Kapuas Hulu Pada Zaman Penjajahan Belanda Abad ke XIX

Diposting oleh Label: di
nebiakulu, Senin, 26 Oktober 2009
Sejumlah pegunungan yang
membentang di Kabupaten Kapuas
Hulu, serupa Schwaner dan Muller,
ternyata diabadikan dari nama
sejumlah pelaku ekspedisi berkebangsaan asing pertengahan
abad XIX di daerah itu.
Wilayah perbatasan antara Kapuas
dan Mahakam merupakan salah
satu wilayah yang paling terpencil
di Borneo. Di sebelah timur, daerah Mahakam Hulu, yang terisolasi oleh
jeram-jeram yang sangat
berbahaya, di mana suku Kayan-
Mahakam, suku Busang termasuk
sub suku Uma Suling dan lain-lain
serta suku Long Gelat sebuah sub suku dari Modang menempati
daratan-daratan yang subur,
sedangkan suku Aoheng mendiami
daerah berbukit-bukit. Di sebelah
barat, daerah Kapuas Hulu dengan
kota niaga kecil Putussibau, dikelilingi oleh desa-desa Senganan,
Taman dan Kayan. Lebih ke hulu
lagi, dua desa kecil Aoheng dan
Semukng. Di antara keduanya,
sebuah barisan pegunungan yang
besar mencapai ketinggian hampir 2000 meter didiami oleh suku
nomad Bukat atau Bukot dan
Kereho atau Punan Keriu, serta suku
semi nomad Hovongan atau Punan
Bungan.
Orang asing pertama yang mencapai dan melintasi pegunungan ini adalah
Mayor Georg Muller, seorang
perwira zeni dari tentara Napoleon
I yang sesudah Waterloo masuk
dalam pamongpraja Hindia Belanda.
Mewakili pemerintah kolonial, ia membuka hubungan resmi dengan
sultan-sultan di pesisir timur
Borneo. Pada tahun 1825, kendati
Sultan Kutai enggan membiarkan
tentara Belanda memasuki
wilayahnya, Muller memudiki Sungai Mahakam dengan belasan
serdadu Jawa. Hanya satu serdadu
Jawa yang dapat mencapai pesisir
barat. Berita kematian Muller
menyulut kontroversi yang
berlangsung sampai tahun 1850-an dan dihidupkan kembali sewaktu-
waktu setiap kali informasi baru
muncul. Sampai tahun 1950-an
pengunjung-pengunjung daerah itu
pun masih juga menanyakan nasib
Muller. Bahkan sampai hari ini hal- hal sekitar kematian Muller belum
juga terpecahkan. Diperkirakan
Muller telah mencapai kawasan
Kapuas Hulu dan dibunuh sekitar
pertengahan November 1825 di
Sungai Bungan, mungkin di jeram Bakang tempat ia harus membuat
sampan guna menghiliri Sungai
Kapuas. Sangat mungkin bahwa
pembunuhan Muller dilakukan atas
perintah Sultan Kutai, disampaikan
secara berantai dari satu suku kepada suku berikutnya di
sepanjang Mahakam dan akhirnya
dilaksanakan oleh sebuah suku
setempat, barangkali suku Aoheng
menurut dugaan Nieuwenhuis.
Karena Muller dibunuh di pengaliran Sungai Kapuas, dengan sendirinya
sultan tidak dapat dituding sebagai
pihak yang bertanggungjawab.
Bagaimanapun, ketika ekspedisi
Niewenhuis berhasil melintasi
daerah perbatasan hampir 70 tahun kemudian, pada hari nasional
Perancis tahun 1894, barisan
pegunungan ini diberi nama
Pegunungan Muller.
Menjelang pertengahan abad XIX,
Belanda telah berhasil menguasai daerah-daerah pesisir dan
perdagangan di muara sungai besar.
Penguasaan niaga saja ternyata
tidaklah cukup, dan kekuatan-
kekuatan kolonial membutuhkan
penguasaan teritorial yang sesungguhnya, yang berdasarkan
struktur-struktur administratif dan
militer. Dalam rangka inilah
ekspedisi-ekspedisi besar dilakukan
pada perempat akhir abad XIX.
Ekspedisi ke Kapuas Hulu dimulai pada 1893 oleh Nieuwenhuis.
Eksplorasi lebih lanjut lalu
menyusul pada tahun-tahun
pertama abad yang baru oleh
Enthoven di Kapuas Hulu Hingga di
tahun 1930-an, seluruh pedalaman Borneo telah jatuh di bawah
kekuasaan sebenarnya dari
kekuatan-kekuatan kolonial,
kecuali Kesultanan Brunei yang
sudah sangat menciut.
Informasi tentang Borneo dari sebelum zaman penjajahan tidak
banyak diketahui. Abad XIX terjadi
migrasi suku Dayak Iban secara
besar-besaran, memasuki lembah
Rejang dari selatan, mungkin dari
daerah aliran Sungai Kapuas. Sebelumnya di daerah aliran Sungai
Rejang tidak terdapat suku Iban.
Dengan bermigrasi ke daerah hulu
sungai Saribas dan sungai Rejang,
suku Iban menyerang suku Kayan
di daerah hulu sungai-sungai itu pada tahun 1863 dan terus maju ke
utara dan ke timur. Pesta perang
dan serangan pengayauan
menyebabkan suku-suku lain
terusir dari lahannya. Menjelang
awal tahun 1900-an suku Dayak pengayau telah memasuki daerah
hulu Sungai Rajang, Kayan,
Mahakam dan Kapuas yang
terpencil.
Posting Komentar

Back to Top